Friday, September 4, 2009

if you are 25 but play 10, what if you are 26 in real life ??

pernah saya publish di notes,
tertanda Tuesday, 28 Juli 2009 at 05:20


kejadiannya tepat pada hari minggu, tanggal 26 Juli 2009. untuk pertama kalinya, saya baru nyadar kalo sudah tidak berumur 25 lagi. saking tidak yakinnya, saya bahkan menghitung pake kalkulator untuk memastikannya. dan ternyata memang benar, 2009 dikurangi 1983 hasilnya 26. mendadak saya panik dan mengSMS para sahabat, saya ceritakan betapa kagetnya saya karena baru nyadar kalo saya sudah berusia 26 tahun.

saya sendiri akhirnya jadi bertanya-tanya kenapa kesadaran itu baru datang di malam itu dan kenapa juga saya sampai sepanik itu.

mungkin karena dalam hidup, saya memperlakukan umur seperti base dalam pertandingan kasti ataupun soft ball. dimana umur 17, 25 dan 30 adalah base yang jadi tahapan aman buat saya.

waktu itu, saya begitu mendambakan usia 17 karena saya berfikir itu adlah tahapan aman pertama saya. aman karena saya merasa diumur segitu akan dianggap sidah dewasa, diperlakukan sebagai individu yang punya keinginan dan opini, punya hak dan kebebasan.


namun apa hendak dikata, age aint nothing but a number. umur 17 tidak memberi jaminan kedewasaan dan kebebasan untuk bertindak sesuai keinginan saya. karena kedewasaan tidak ditentukan oleh usia, karena kedewasaan bukanlah sebuah prestasi yang kita capai sendiri, melainkan sebuah pengakuan dan penilaian dari para pengamat kita.

base kedua dalam hidup saya adalah usia 25. dulu saya membayangkan diumur segitu saya akan merasa aman karena idealnya saya sudah memiliki pekerjaan yang tak hanya membanggakan tapi juga menghasilkan, hingga bisa saya bilang sebagai sebuah prestasi.

namun sekali lagi tebakan saya meleset. umur 25 adalah umur yang menakutkan karena begitu banyak harapan dan cita-cita yang saya gantungkan. jadi begitu saya sadar saya sudah lewat dari base aman kedua saya, paniklah saya. perasaan kaget dan kecewa yang berujung pada perasaan merana. masalahnya saya jadi menyeret sahabat-sahabat saya ke dalamanya. saking resahnya saya, tiap malam saya menebar teror SMS dengan membabi buta. mengeluh kemana-mana, membagi kesedihan pada siapa saja. saya kadang merasa seperti darkwing duck, skami berdua adalah penebar teror di kegelapan malam. bedanya, darkwing duck menebar teror pada para penjahat, sedangkan saya menebar teror pada sahabat. akhirnya saya berhadapan dengan sebuah ide gila "menghapus semua nomor yang potensial menjadi korban kegelisahan saya dari phonebook saya". namun kegiatan impulsif itu urung saya lakukan da saya lebih memilih jalan yang lebih rasional : meminta maaf karena sudah meneror dengan berbagai SMS beraura kelam dan putus asa, dan berjanji dalam hati untuk menghentikan aksi gila ini.

semoga janji yang satu ini bisa saya tepati mengingat saya paling lemah dalam urusan menepati janji.

tahapan aman ketiga saya adalah usia 30. saat itu saya sudah mengkondisikan diri untuk aman secara finansial dan sudah siap untuk menjalani sesi kehidupan selanjutnya : perinkahan.
pernikahan buat saya adalah sebuah perjudian. berhubung saya bukan kategori manusia pecinta resiko, maka saya sangat menjauhi hal yang satu ini. saya tidak suka melibatkan diri dalam sebuah permainan yang saya sendiri tidak yakin bisa memenangkannya. terlalu banyak pertimbangan, terlalu banyak hal yang harus dipertaruhkan ketika saya komit untuk nyemplung dalam pernikahan.


karena saya sadar, institusi yang satu ini sangat mempertaruhkan kebahagiaan. tak hanya kebahagiaan saya sendiri, tapi juga kebahagiaan pasangan saya, kebahagiaan orang tua pasangan saya, kebahagiaan orang tua saya, kebahagiaan anak-anak saya, dan mungkin kebahagiaan orang-orang disekitar kami.

saya bahkan sempat mikir kalo misalnya institusi yang satu ini ditiadakan, besar kemungkinan akan lebih banyak orang bahagia di dunia ini. tapi pada akhirnya saya hanyalah pribadi yang menjadi bagian dari tatanan sosial dan agama. jadi pada akhirnya saya menganggap semua orang akan menikah dan kalo pun menemukan kebahagiaan, maka itulah jack pot yang berhasil dimenangkan.

pernah suatu ketika salah satu sahabat saya datang menyampaikan undangan dan berita tentang pernikahannya. hal pertama yang ingin saya lakukan pada waktu itu adalah nyelupin kepalanya ke dalam kolam dan menyadarkannya dari tindakan gila yang akan dilakukannya. pada akhirnya saya cuman inget sama kata-kata ajaib yang pernah diucapkannya. waktu itu saya bertanya "ngapain sih kamu pake menikah segala ?? kamu dah nonton revolutionary toad kan ?? kamu juga udah lihat dunia nyata kan ?? terus kenapa ??


dan dia menjawab " Pei, pada akhirnya kita semua akan berhenti memikirkan diri kita sendiri, berhenti mengejar kebahagiaan kita sendiri".

oh shyitt !! dan saya diam seribu bahasa.

kembali lagi ke usia 26, ke keadaan yang lebih realistis dan sangat saat ini. yang saya ingin lakukan sekarang adalah berlari mengejar ketertinggalan, berhenti mengganggu dan membebani orang lain dengan berbagai kemalangan yang saya rasakan, dan berusaha lebih memakai rasio daripada hati. ga semua hal harus kita bawa masuk ke dalam bagian terdalam kita. ada kalanya kita harus memilih dan memilah mana yang cukup ditemui di depan rumah, mana yang perlu dipersilahkan duduk di teras rumah, mana yang perlu dibawa masuk ke ruang tamu, dan mana yang harus dibawa masuk ke kamar tidur. karena pada akhirnya ga semua hal harus kita tanggapi dengan serius. tuhan saja suka bercanda dengan memberi hadiah dan berbagai kejutan dalam hidup kita, kenapa manusianya justr kelewat serius menanggapinya. sesekali kadang kita harus menertawakan keadaan sambil mengutip kalimat Joker "why so serious ?!".

ps: saat saya merasa remuk-redam dan rapuh, saya menjadikan 5 lagu ini sebagai soundtrack dalam babak kehidupan saya. saling berbagi semangat dan menyemangati adalah sesuatu yang menyenangkan dan menenangkan.



♪♫ letto - sampai nanti sampai mati ♫♪
♪♫ duo MAIA - sang juara ♫♪
♪♫ d'massive - jangan menyerah ♫♪
♪♫ nidji - laskar pelangi ♫♪
♪♫ ok karaoke - semua akan kembali ke dalam terang ♫♪



if you are 25 but play 10, what if you are 26 in real life. remuk-redam

No comments:

Post a Comment